Sapaan Singkat

Hello sobat..
Lama sudah tidak mengutak-atik rangkaian kata dengan segala jenis kerangkanya. Sifat malas diselingi kesibukan waktu yang selama ini menggerogoti membuatku tidak menyentuh dan mengekspresikan diri di dalam blog ini. Sampai akhirnya aku tersadarkan untuk kembali membuka gembok password untuk login ke blog-ku tercinta....
Baiklah, aku pun bingung mau memulainya darimana karena terlalu banyak hal yang ingin kutuangkan namun sepertinya memoriku belum cukup baik tuk flash back kembali. Kita mulai dari hal yang baru kualami saja sobat.

Kemarin siang sewaktu aku ke gereja ada beberapa hal yang aku catat meski secara langsung aku tidak mencatatnya di dalam catatan kecilku. Minggu itu aku gereja di GBI Rahmat Emmanuel Ministries (GBI REM), dan itu baru kali kedua aku beribadah disana. Namun suasana tampak ramai, antrian memanjang dan penuh sesak. Hal yang tidak aku jumpai sewaktu pertama kali beribadah di GBI REM. Aku pun bertanya kepada temanku, mengapa bisa seramai ini. Apakah akan ada artis atau penyembuhan, mujizat dan lain sebagainya sehingga mereka rela berdesak-desakan? Seyogianya ibadah dilaksanakan sebanyak lima sesi dalam sehari, kalau sudah penuh sesak seharusnya masih ada waktu untuk beribadah di sesi selanjutnya.

Kakakku mengatakan kalau pada sesi kali ini pengkhotbahnya menginspirasi, lucu dan benar-benar berkhotbah sesuai pengalaman yang dirasakannya. Hmmm... sejenak aku terdiam dan berpikir kalau pengkhotbah di empat sesi lainnya itu kurang menarik atau bisa dikatakan popularitasnya masih jauh di bawah pengkhotbah sesi siang ini. Baiklah.. bisa diterima, hal begini sudah biasa aku dengarkan bagi jemaat yang hanya ingin mendengarkan khotbah sesuai seleranya dan bagi pendeta yang berkhotbah sesuai style-nya tanpa adanya instropeksi diri dari masing-masing pihak. hehe..

Untuk lebih detailnya tentang kualitas khotbah antara pendengar dan pengkhotbah bisa kita googling sendiri sebagai dasar pemahamannya.
Namun hal yang paling aneh sekaligus lucu bagiku adalah di saat pintu untuk memasuki kebaktian dibukakan, para jemaat langsung dorong-dorongan sampai ada beberapa orang yang terjatuh. Pakaian yang elegan dan penampilan layaknya orang yang fashionable ternyata belum bisa menjamin kalau perilakunya itu kampungan. Mungkin takut engga kebagian kursi sehingga ingin cepat-cepat menerobos pintu tanpa menghiraukan teman seiman yang terjatuh. Trus kebaktian tujuannya apa, hanya ingin mengisi kualitas rohani sendiri tanpa menghiraukan orang lain begitu? Ironis... hehehe..


Kalau dikarenakan hanya karena pengkhotbah yang menarik bukankah di dalam Firman Tuhan tertulis  “Hal Kerajaan Surga seumpama orang yang menabur benih yang baik di ladangnya.” Atau “Hal Kerajaan Surga seumpama harta yang terpendam di ladang.” Ia berbicara dari sudut yang telah dikenal akrab oleh pendengar, seperti ladang, gembala, domba, kebun anggur, bunga bakung di ladang atau burung-burung di langit. Sehingga tidak heran dalam Matius 7:28-29 dicatat tentang kesan pendengar-Nya, “Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa ….” Salah satu kuncinya adalah Ia berbicara dengan bahasa pendengar, sebab bagaimana mungkin mereka dapat mengatakan bahwa Ia mengajar dengan penuh kuasa jika mereka tidak mengerti apa yang Ia katakan.

Mendengar sebuah khotbah yang kita tidak mengerti apa pesan yang mau disampaikan terkadang dapat membuat kita pulang dari gereja bukan dengan membawa syalom atau damai sejahtera tapi pulang dengan membawa sungut-sungut. Sehingga tidak jarang kita menyalahkan pengkhotbahnya. Di pihak lain, pengkhotbah juga bisa berdalih bahwa kesalahan bukan terletak di atas pundaknya, sebab jemaat tidak mau belajar makan makanan rohani atau tinggal menerima enaknya saja. Akhirnya, kedua belah pihak tidak belajar sesuatu apapun untuk memperbaiki keadaan yang tidak baik itu. 

Perlu kita sadari bahwa seorang pengkhotbah memerlukan pendengar; demikian juga jemaat memerlukan pengkhotbah. Tuhan mengutus hamba-hamba-Nya untuk berkhotbah menyampaikan suara-Nya dan Ia memerintahkan jemaat-Nya untuk berkumpul dalam rumah ibadah dan mendengarkan suara-Nya. Kedua belah pihak saling membutuhkan dan terikat pada Allah yang satu; keduanya mempunyai keinginan yang sama: pengkhotbah ingin khotbahnya dapat dimengerti dan jemaat ingin dapat mengerti khotbah hamba Tuhannya. Bila sebuah khotbah tidak bisa dimengerti, biarlah masing-masing kita mengintrospeksi diri sebelum menjatuhkan kesalahan kepada pihak lain. Semoga Roh yang sama memimpin kita untuk memperbaiki setiap kelemahan kita.
Semoga hal tersebut tidak terjadi lagi di GBI REM dan gereja-gereja lainnya karena kita harus mengingat kembali apa tujuan kita untuk beribadah kepadaNya.

Tuhan Memberkati kita........

















Related Articles

0 comments:

Ads 468x60px

Featured Posts

Social Icons

Christian Moreys Nainggolan | Create your badge